Tingkatkan Daya Saing UMKM dengan Melaris

Alat sortir telur otomatis ini selain mampu meningkatkan produktivitas juga meningkatkan daya saing UMKM peternakan telur di Tanah Air. 

Satu butir telur mengandung enam gram protein. Mengonsumsi satu butir telur dapat mencukupi 11 persen asupan harian pada pria dan 14 persen pada wanita. Dengan harga yang terjangkau membuat telur sebagai sumber protein yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sayangnya produktivitas telur di Tanah Air masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Cina, Malaysia, dan India. 

Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia (DTMM FT UI) Ir. Jaka Fajar Fatriansyah, Ph.D, mengatakan, permasalahan rendahnya produktivitas, labor intensif, pencatatan data yang buruk, serta inkonsitensi pada saat pengambilan telur terutama pada skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) ini kerap dibahas oleh pelaku industri di Kedaireka, platform yang menghubungkan antara researcher akademis dengan industri. 

Rendahnya produktivitas produksi telur salah satunya disebabkan proses menghitung, menyortir, dan pemberian label telur masih dilakukan secara manual. Dengan jumlah pekerja yang terbatas, proses grading telur memakan waktu yang cukup banyak sehingga untuk mengontrol dan meningkatkan kualitas telur menjadi kendala yang dihadapi UMKM.  Sementara di luar negeri sudah digunakan alat penyortir telur otomatis yang dapat menyortir berat, warna, dan kualitas telur. 

“Teknologi sortir telur otomatis ini sebetulnya bukan teknologi yang advance. Di Indonesia teknologi ini belum ada sehingga kami berinisiatif untuk membuatnya,” Ujar pria yang akrab disapa Fajar ini.

Fajar menambahkan, alat sortir otomatis memang sudah ada di Indonesia, tetapi hanya digunakan oleh industri peternakan besar, sementara pelaku UMKM masih menerapkan cara manual. Dengan memanfaatkan alat sortir telur otomatis rancangan DTMM FT UI bernama Melaris ini, pelaku UMKM mampu menyortir 4.000 telur dalam satu jam. Empat kali lipat lebih banyak apabila dibandingkan dengan kemampuan pelaku UMKM yang hanya mencapai 3.000-4.000 butir per hari per orang.

“Alat ini juga dapat digunakan sebagai indikator kesehatan ayam. Kalau ayamnya kurang sehat, hasil telurnya akan berkurang. Melaris dapat memonitor kesehatan ayam sehingga memudahkan pelaku UMKM,” jelas Fajar.

 

Alat Sortir Pertama Buatan Indonesia

Inovasi yang mulai dirancang sejak akhir 2021 ini melalui sejumlah tahapan sebelum diperkenalkan, mulai dari survei, studi pasar, pengadaan komponen, produksi purwarupa yang meliputi proses manufacturing, perakitan antarmuka, perakitan mekanikal, hingga uji kelayakan mesin. Melaris juga telah melalui proses uji purwarupa di Agrova Farm, UMKM peternakan yang berlokasi di Bogor.

Alat hasil rancangan Ir. Jaka Fajar Fatriansyah, Ph.D, Muhammad Joshua Yuriansyah Barmaki S.T, Ignatius Egan Jonatan B.BA,  Fahmi Alam Abdillah S.T, Agrin Febrian Pradana, M.si dan Dr. Ir. Donanta Dhaneswara ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan produk yang sudah beredar di pasaran. Melaris dapat di-customize sesuai dengan kebutuhan UMKM. Keunggulan lainnya tentu saja harganya yang terjangkau. Dengan merogoh kocek sebesar Rp25-30 juta, pelaku UMKM dapat memiliki alat ini. 

“Kalau alat dari luar negeri tidak bisa customize. Selain itu, apabila terdapat kerusakan, lebih cepat untuk ditangani karena workshop kami ada di UI,” jelas Fajar. 

Lebih jauh Fajar menjelaskan, ke depannya Melaris akan dilengkapi dengan fitur pengepak otomatis sehingga telur langsung dikemas sesuai grading. Dengan grading yang presisi sesuai dengan Bobot SNI Telur, pelaku UMKM akan lebih percaya diri untuk menjual produknya di pasar premium dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu, melalui alat ini, dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing UMKM untuk menjual produknya di luar negeri. 

“Pasar ekspor itu benar-benar detail terkait berat dan ukuran telur. Dengan melaris grading telur bisa presisi dan kualitas produk dapat terjaga,” ucap Fajar.

Kepada akademisi dan peneliti di Indonesia, Fajar berpesan bahwa inovasi tak harus sesuatu yang mutakhir dan berteknologi tinggi, melainkan harus memiliki manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat meskipun teknologi yang digunakan sederhana. 

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya