Swara: Aplikasi Survei Penyelesaian Mandiri bagi Kelompok Disabilitas

Melalui inovasi ini kelompok disabilitas dapat memberikan data secara mandiri tanpa harus didampingi pihak ketiga. Diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dalam penelitian sosial.

Bagi para peneliti, melibatkan kelompok disabilitas dalam penelitian tidak mudah dilakukan. Meskipun partisipasi kelompok disablitas dalam penelitian sosial sangat penting untuk menggambarkan semua lapisan sosial masyarakat yang ada di Indonesia, keterbatasan yang dialami oleh kelompok disabilitas membuat pengumpulan data penelitian sosial menjadi tantangan yang kerap dihadapi para peneliti. Seperti yang dialami oleh Dr. Husnul Fitri, S.Psi., M.Si., Dosen Kajian Pengembangan Perkotaan, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI).

Mengambil tema tentang mobilitas dan transportasi bagi kelompok disabilitas, Husnul merasa kesulitan dalam mengumpulkan data dari tunanetra (visually impaired) dan orang dengan keterbatasan gerak tangan (limited hand mobility persons). Tidak adanya instrumen pengambilan data secara langsung yang user friendly dan bisa menjangkau kaum disabilitas membuat Husnul kesulitan mendapatkan data yang diperlukan.

“Para peneliti umumnya mengonversi kuesioner ke dalam braille atau menyediakan pendamping untuk membantu membacakan kuesioner bagi teman tunanetra. Masalahnya, ketika pendamping bukan merupakan orang dekat, maka mereka akan merasa tidak nyaman untuk memberikan pendapat. Karena itu sulit sekali untuk mendapatkan data,” terang Husnul. Pengambilan data terhadap kelompok disabilitas juga bisa dilakukan dengan cara lain, seperti melalui telepon. Survei menggunakan telepon ini telah banyak digunakan oleh surat kabar atau media televisi nasional. Hanya saja metode ini sedikit bertentangan dengan prinsip pengumpulan data, salah satunya kerahasiaan. Etika dalam penelitian, identitas pengisi survei bersifat anonymous, tidak diketahui. Ketika survei dilakukan menggunakan telepon, maka identitas orang yang disurvei tidak menjadi rahasia lagi.

Berbagai kesulitan dalam mengumpulkan data dari kelompok disabilitas inilah yang mengilhami Husnul menciptakan Swara, perangkat lunak berupa aplikasi survei penyelesaian mandiri berbasis seluler yang memanfaatkan teknologi antarmuka pengguna suara. Melalui inovasi ini kelompok disabilitas dapat memberikan data secara mandiri tanpa harus didampingi pihak ketiga maupun terbukanya identitas diri ketika mengisi survei melalui panggilan telepon.

Diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti ‘suara, bunyi, atau nada’, Swara yang mulai dikembangkan pada 2023 lalu ini diikutsertakan dalam Sage Methodspace. Berkompetisi dengan beragam inovasi bidang penelitian sosial dari seluruh dunia, Swara menjadi satu dari lima inovasi yang memperoleh hibah Sage Concept Grant 2023.

TEKNOLOGI SPEECH TO TEXT

Husnul menambahkan, menggunakan teknologi speech to text, aplikasi Swara mengubah suara menjadi teks. Jika umumnya aplikasi atau platform survei mengharuskan peserta mengisi form dan menjawab pertanyaan dengan menulis atau mengetik, melalui inovasi ini, para partisipan tidak perlu melakukan hal tersebut. Aplikasi ini akan membacakan kuesioner bagi para partisipan. Jawaban setiap pertanyaan yang diberikan oleh partisipan kemudian diubah menjadi teks.

Teknologi speech to text memang bukanlah hal baru. Namun sejauh yang ia ketahui, selama ini teknologi speech to text hanya difungsikan untuk mengubah suara menjadi kumpulan informasi, tetapi belum dapat mengolah atau menganalisis teks tersebut dalam bentuk data. Melalui Swara, teks yang dikonversi dari suara secara otomatis akan terkategorisasi kemudian diolah menjadi data. Hanum mencontohkan, ketika melakukan survei melalui Google Form, hasil survei kemudian disimpan dalam spreadsheet. Untuk menjadikan hasil survei terkategorisasi dan menghasilkan preferensi, pola, dan analisis, peneliti perlu mengolah lagi data tersebut. Keterbatasan inilah yang ingin dipecahkan oleh Hanum. Ia menginginkan agar hasil survei dapat diolah menjadi data yang siap digunakan.

“Fokus kami saat ini mengembangkan Swara agar mampu mewujudkan voice to text kemudian text to analysis. Fitur analisis ini memang rumit dan itu yang sedang kami usahakan,” ucap Hanum. Hanum mengakui, terdapat banyak tantangan dalam mengembangkan inovasi ini. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dengan cermat antara lain, kemampuan aplikasi untuk menjalin hubungan antara pengenalan suara dan teks sebagai kode perintah serta mengenali beragam variasi suara manusia, seperti timbre, pitch, dan modulasi. Variasi suara harus dapat dikenal karena akan berdampak pada penafsiran yang akurat dan respons yang sesuai. Selain itu, Swara harus memiliki alternatif respons untuk mengantisipasi permasalahan kelelahan pengguna.

Untuk menjawab tantangan tersebut, tak ada jalan lain selain berkolaborasi. Sebagai seseorang dengan latar belakang ilmu sosial, pengembangan inovasi ini membutuhkan dukungan dari multidisiplin ilmu, terutama bidang teknologi informasi dan kecerdasan artifisial (AI). Oleh karena itu, ia terus menjajaki kerja sama dan terbuka untuk berkolaborasi dengan para ahli di bidang komputerisasi dari berbagai universitas ternama di Indonesia.

Tantangan lainnya ialah membagi waktu antara pekerjaan sebagai tenaga pendidik, peneliti, sekaligus inovator untuk merampungkan inovasi ini. “Saya harus berbagi waktu dengan aktivitas lain, penelitian, dan pengajaran. Ada beberapa penelitian yang sedang saya kerjakan. Waktu saya terkuras di sana, tapi insyaallah Swara dapat rampung di akhir tahun ini.”

MENINGKATKAN PARTISIPASI KELOMPOK DISABILITAS

Terkait pengembangan Swara, Hanum menilai teknologi inovasinya ini merupakan teknologi sederhana sehingga tidak memerlukan pengembangan yang begitu kompleks. Sejak awal Swara ditujukan untuk memudahkan kelompok disabilitas agar dapat melakukan survei secara mandiri. Dirancang agar user friendly, Swara diharapkan dapat meningkatkan partisipasi disabilitas dalam berbagai penelitian.

Lebih jauh Hanum menjelaskan, kelompok disabilitas maupun kelompok inklusif kerap dikesampingkan. Ada banyak penelitian sosial yang mengangkat isu mengenai masyarakat di sebuah kota atau wilayah, tetapi tidak mewakili seluruh lapisan masyarakat atau kelompok yang ada di dalam wilayah tersebut. Kelompok disabilitas atau kelompok inklusif inilah yang kerap tidak dilibatkan dalam penelitian tersebut.

Selain meningkatkan partisipasi disabilitas, Swara diharapkan menjadi pemantik bagi para peneliti untuk melahirkan beragam inovasi yang mampu memudahkan hidup kelompok disabilitas. Sebab kelompok disabilitas ini merupakan salah satu kelompok yang sangat tertinggal dalam kemajuan teknologi. Ketika berbicara mengenai smart city dan kecerdasan artifisial, lanjut Hanum, tidak semua kelompok dilibatkan dalam topik tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa majunya sebuah kota dan berkembangnya teknologi ternyata belum banyak memberi perhatian pada kelompok disabilitas. Padahal, semakin maju sebuah kota dan semakin berkembangnya teknologi, maka seharusnya semakin memudahkan hidup kelompok disabilitas.

“Saya berharap dengan adanya Swara, para peneliti dapat menjangkau semua kelompok. Kelompok disabilitas yang sebelumnya belum terjangkau karena tidak adanya instrumen yang user friendly, kini dapat dijangkau dengan adanya Swara,” kata Hanum.

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya