Prof. Dr. Indra Budi, S.Kom., M.Kom “Jatuh Cinta dengan Ilmu Komputer sejak SMA”

Menamatkan pendidikan sarjana hingga doktoral di Universitas Indonesia, keahliannya di bidang text processing membuatnya dikenal sebagai pakar social media analytics di Indonesia.

Pada dasawarsa 1980-an, personal computer mulai menggantikan fungsi mesin tik. Mesin ketik yang telah ada sejak abad ke-18, ini perlahan mulai ditinggalkan. Membayangkan mesin tik tak lagi digunakan dan digantikan seluruhnya oleh komputer membuat Prof. Dr. Indra Budi, S.Kom., M.Kom, yang kala itu duduk di Sekolah Menengah Atas begitu antusias terhadap teknologi baru ini. Bak gayung bersambut, antusiasnya terhadap ilmu komputer seperti menemukan arah yang tepat ketika Universitas Indonesia (UI) mensosialisasikan Program Studi Ilmu Komputer di sekolahnya.

“Pada saat itu memang belum banyak yang mengambil studi ilmu komputer, tapi menurut saya bidang ini menarik dan sepertinya bisa belajar game juga. Keyakinan saya bertambah ketika mengikuti open house yang diselenggarakan UI. Ini menjadi motivasi saya mengambil studi komputer di UI,” ujar Indra.

Menamatkan program sarjana ilmu komputer, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI pada 2000, Guru Besar Bidang Ilmu Komputer ini mengawali karier profesionalnya sebagai developer. Namun, jarak yang jauh antara rumah dengan tempatnya bekerja membuatnya tak kerasan. Ia pun kemudian memutuskan resign. Sesaat setelah mengundurkan diri inilah, tawaran dari Fasilkom UI datang melalui Prof. Zainal A. Hasibuan, Ph.D, dosen pembimbing skripsinya. Prof. Zainal menawarkannya mengerjakan beberapa proyek di fakultas.

Mulai dari mengerjakan proyek, lambat laun Indra diminta terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar. Mengerjakan proyek sekaligus menjadi asisten dosen merupakan kegiatan yang dijalaninya sehari-hari. Maka tidak mengherankan ketika proyek yang dikerjakannya selesai, Guru Besar UI dari Sumpur Kudus, Sumatera Barat, ini kemudian diminta menjadi staf pengajar di Fasilkom UI.

“Waktu itu saya masih S1. Pada saat itu memang diperbolehkan, tetapi kemudian saya melanjutkan kuliah S2 dan S3 di UI. Baik tesis maupun disertasinya dibimbing oleh Prof. Zainal,” ucap Indra.

Selain aktif mengajar, pria yang gemar menonton film bergenre detektif ini juga aktif sebagai asesor di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Sebagai asesor, ia bertugas menilai akreditasi prodi yang berkaitan dengan komputer di perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Tak hanya di BAN-PT, Indra juga tercatat sebagai asesor dan pengurus aktif di Lembaga Akreditasi Mandiri Informatika dan Komputer (LAM INFOKOM). Sebagai pengurus, bersama rekan-rekannya, Indra merancang instrumen penilaian akreditasi untuk program studi ilmu komputer di perguruan tinggi.

Mendalami Bidang Social Media Analytics

Dikenal sebagai salah satu pakar bidang social media analytics di Indonesia, Indra yang menekuni bidang text processing atau natural language processing, melihat media sosial yang tengah berkembang dan konten yang disajikan sebagian besar berupa teks menarik perhatiannya. Sentimen analisis pada pemilu 2014 menjadi tema penelitian awal yang ia lakukan. Riset ini bertujuan untuk melihat sentimen negatif dan positif dalam konten media sosial terhadap masing-masing calon presiden Indonesia.

“Secara umum, ada dua hal yang dilihat dalam survei pemilu, popularitas dan elektabilitas. Popularitas bisa dilihat dari jumlah follower, like, dan seterusnya. Elektabilitas bisa dilihat ketika ia memberikan komentar, apakah feedback dari netizen mayoritas bernada positif atau negatif. Kemudian data-data ini kami hitung. Hasil penelitian menunjukkan data yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan survei,” ucap Indra.

Berbeda dengan 10 tahun lalu, menjelang pemilu 2024, ia memusatkan penelitiannya pada hate speech detection, upaya mengidentifikasi konten-konten di media sosial yang mengandung ujaran kebencian. Menurutnya, ujaran kebencian dapat memicu konflik masyarakat di dunia maya. Adanya konflik di dunia maya berpotensi dan berkembang memicu masalah baru di dunia nyata seperti perdebatan langsung atau bahkan baku hantam. Oleh karena itu, analisis media sosial dapat digunakan sebagai upaya dini dalam mencegah konflik pada masyarakat akibat dari penyebaran ujaran kebencian.

“Kalau dulu polisi menangkap pelaku ujaran kebencian hanya berdasarkan laporan masyarakat, saat ini bisa menggunakan aplikasi untuk mendeteksi hate speech secara otomatis. Tentunya akurasi komputer tidak 100 persen, tetapi ini bisa menjadi signal early warning agar polisi dapat bertindak cepat sehingga mencegah terjadinya konflik di dunia nyata,” ucap Indra.

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya