Tingginya angka depresi dan stigma negatif membuat banyak remaja enggan mencari pertolongan profesional. Mengadopsi teknologi XR, Perixa Batin diharapkan bisa membantu kesehatan mental, terutama Generasi Z.
Angka depresi pada remaja dan dewasa muda di Indonesia terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, prevalensi depresi paling tinggi pada penduduk berusia di atas 15 tahun ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun, yakni sebesar dua persen. Dari angka tersebut, 61 persen memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. Sementara hanya 10,4 persen yang berusaha untuk mencari pertolongan.
Depresi pada remaja ini bisa disebabkan banyak faktor, seperti tindak kekerasan dan perisakan. Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Dr. Sigit Mulyono, S.Kp., M.N., mengatakan, depresi juga sulit ditangani karena melekatnya stigma negatif bagi orang yang mengunjungi psikiater atau psikolog. Guna menjawab persoalan ini, ia menciptakan PeriXa Batin, inovasi untuk mengatasi masalah kesehatan mental, terutama di kalangan generasi Z.
“Banyak remaja yang khawatir mendapat stigma negatif ketika ke psikolog. Kami kemudian berpikir bagaimana cara mereplikasi teknik hipnoterapi menggunakan teknologi. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya Perixa Batin,” ucap Sigit.
Dikembangkan bersama Ns. Tissa Aulia Putri, S.Kep., dr. Uti Nilam Sari, M.Sc., MIMI, dan Ns. Citra Hafilah Shabrina, S.Kep., Perixa Batin menggabungkan teknik hipnoterapi dengan teknologi Extended Reality (XR) yang menawarkan pendekatan terapi yang lebih mendalam dan efektif.
PeriXa Batin dirancang menghilangkan stresor dan membantu pengguna mencapai keadaan relaksasi lebih dalam. Aplikasi ini menawarkan pengalaman terapi yang lebih personal dibandingkan aplikasi meditasi atau terapi online konvensional. Inovasi ini dilengkapi beragam fitur seperti tutorial dari coach virtual, audio relaksasi yang dapat dipersonalisasi, dan pilihan pemandangan alam yang menenangkan.
Tissa Aulia Putri, Chief Executive Officer PeriXa Batin menambahkan, hipnoterapi merupakan salah satu intervensi keperawatan yang mudah dan tidak membutuhkan alat apa pun. Namun, karena tingginya beban kerja perawat di rumah sakit, hipnoterapi tidak selalu dapat diberikan kepada pasien. Melalui inovasi ini, pasien bisa memperoleh hipnoterapi tanpa perlu bantuan dari perawat. Selain itu, inovasi ini juga dapat mengikis keterbatasan dalam hipnoterapi, terutama berkaitan dengan imajinasi pasien.
“Hipnoterapi memiliki keterbatasan karena setiap orang memiliki imajinasi berbeda-beda. Teknologi ini membantu mereka yang kurang memiliki kemampuan berimajinasi dengan menghadirkan situasi atau lingkungan tertentu seperti pantai dan gunung,” jelas Tissa.
Pengembangan dan Uji Coba Aplikasi
CEO Medimedi sekaligus mentor PeriXa Batin dr. Uti Nilam Sari, M.Sc., MIMI, menjelaskan, pada prinsipnya, proses pengembangan inovasi ini tidak jauh berbeda dengan teknologi virtual reality (VR) lainnya. Setelah aplikasi dibuat kemudian di-deploy-kan ke VR Headset. Yang membedakan dari pengembangan PeriXa Batin adalah penyediaan aset di XR berupa tiga dimensi sehingga user dapat merasakan berada di ruang tiga dimensi.
“Kami juga hadirkan aset lingkungan seperti hutan, pantai, dan aset yang mewakili hipnoterapi berupa avatar yang akan menghipnoterapi. Teknologi ini diolah di dalam aplikasi game development bernama Unity,” jelas Uti.
Tissa menambahkan, suara narator di aplikasi ini tidak menggunakan AI, melainkan menggunakan suara manusia. Intonasi yang dihasilkan dari rekaman suara manusia akan membantu pengguna memasuki stage by stage gelombang otak. Hipnoterapi pada dasarnya mengubah gelombang otak alpha dan beta menjadi theta. Narator akan memandu pengguna memasuki gelombang theta. Ini diperlukan sebab user akan lebih sugestif ketika berada di gelombang theta.
“Narasi yang digunakan saat ini lebih menekankan untuk napas dalam dan memakai hitungan. Untuk membuat variasi lain tentunya membutuhkan waktu yang tak sedikit karena berkaitan dengan kondisi pasien,” terang Tissa.
Dikembangkan sejak lima bulan lalu, PeriXa Batin telah melalui serangkaian uji coba di sejumlah sekolah di sekitar Depok. Pada proses uji coba, setiap pengguna diminta mengisi google form. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat ini dapat digunakan dengan mudah dan tentu saja mengukur efektivitas pemanfaatan PeriXa Batin. Selain itu, para inovator juga melakukan wawancara tatap muka terhadap para pengguna.
“Kami juga melakukan uji coba pada gelaran UI Health Innovation Expo. Ternyata tak hanya kalangan Gen Z yang tertarik, banyak kalangan milenial hingga boomer yang mencoba. Bahkan salah satu user yang mengidap insomnia dapat tertidur pulas ketika menggunakan inovasi ini,” jelas Tissa.
Mengenai durasi pemakaian, user disarankan menggunakan PeriXa Batin maksimal 10 menit saja. Tissa mengatakan, umumnya dalam lima menit, pengguna sudah terlelap. Menurutnya, dalam durasi lima menit saja, terjadi perubahan gelombang otak pengguna dari alpha menjadi theta, kemudian delta. Pada gelombang delta inilah para pengguna mengantuk dan tak jarang tertidur pulas.
Intervensi Kelompok dengan Metaverse
Metaverse & XR Consultant Ns. Citra Hafilah Shabrina, S.Kep., yang juga bagian dari tim peneliti PeriXa Batin mengatakan, produk ini tengah dikembangkan agar dapat menghipnoterapi secara berkelompok melalui pendekatan metaverse. Dengan mengadopsi sistem metaverse ini, penderita depresi dapat melakukan hipnoterapi dari rumah saja tanpa perlu ke rumah sakit atau ke psikiater.
“Jadi, terlihat seperti bermain game, padahal sebetulnya dia sedang terapi. Ini membantu para remaja yang khawatir meminta bantuan profesional karena takut dicap buruk oleh orang lain,” ujar Citra.
Citra menambahkan, melalui metaverse ini, hipnoterapi dapat dilakukan hingga 10 orang sekaligus. Setiap orang akan berada di environment yang sama. Terkait kerahasiaan data, pengguna PeriXa Batin tak perlu khawatir identitasnya akan diketahui oleh orang lain. Setiap user nantinya diberikan avatar sehingga identitasnya tidak akan diketahui oleh orang lain.
Terkait akses menggunakan PeriXa Batin, Sigit mengatakan, ia bersama rekan-rekanya telah mendirikan perusahaan rintisan. Perusahaan rintisan di bawah naungan Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (DISTP UI) ini nantinya akan menjalin kerja sama dengan rumah sakit dan institusi pendidikan. Menurut Sigit, sejauh ini konsep yang digunakan adalah business to business.
Sigit berharap, seiring dengan perkembangan teknologi, problematika yang dihadapi banyak orang saat ini dapat diselesaikan melalui teknologi. Masalah depresi yang dialami Gen Z diharapkan bisa terbantu dengan adanya inovasi ini. Inovasi ini juga diharapkan bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah kesehatan kelompok.
Sementara Tissa berharap, PeriXa Batin bisa menjadi salah satu pionir perusahaan rintisan di bidang kesehatan mental. Baginya, PeriXa Batin merupakan langkah awal untuk menjadi perusahaan di bidang layanan kesehatan yang unggul di Tanah Air.