Pembelajaran kolaboratif menempatkan pembelajar dan pengajar dalam berbagai peran bersama sehingga dapat mengurangi jarak antara dosen dan mahasiswa.
Perkembangan teknologi informasi telah mendisrupsi berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam mekanisme pembelajaran. Konsep E-Learning atau pembelajaran daring kian marak dipilih, terlebih dengan hadirnya pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Kendati status pandemi telah berubah menjadi endemi, kegiatan belajar mengajar jarak jauh tak serta merta ditinggalkan karena menawarkan banyak kelebihan dan peluang.
Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Sistem Pembelajaran Daring Perguruan Tinggi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Prof. Dr. Dra. Kasiyah, M.Sc, mengatakan, yang paling terasa pada awal proses pembelajaran daring ialah adanya perbedaan cara berinteraksi, ‘hadir’ sebagai ‘real person’ secara virtual melalui teks dan video, serta bagaimana merasakan kehadiran orang lain di ruang maya, termasuk dalam mengevaluasi hasil dan proses belajar.
Kendati mahasiswa terbiasa berinteraksi di media sosial tidak berarti mudah untuk berinteraksi dan terlibat dalam diskusi di kelas daring. Interaksi dalam lingkungan belajar perlu melibatkan kehadiran secara sosial (social presence), tanggung jawab untuk menjaga interaksi bermakna dan berkelanjutan (teaching presence), serta mengerahkan berpikir kritis (cognitif presence). Berinteraksi secara daring, terutama yang berbasis teks, memerlukan keterampilan tersendiri.
“Bagaimana karakter dosen yang tegas, ramah, hangat, dan lucu dapat diproyeksikan di ruang maya dan kehadirannya dapat dirasakan oleh para mahasiswa dalam pembelajaran daring berbasis teks dan video ini membutuhkan strategi tertentu,” terang Kasiyah.
Kasiyah menambahkan, dalam pembelajaran daring berbasis teks, dosen bisa memulai pembelajaran dengan menyapa, menyebut nama, dan memberikan emotikon untuk mewakili perasaan tertentu. Mengajak berkontribusi dapat dilakukan dengan memberi pemicu, mengajak mahasiswa melakukan refleksi atau merangkum untuk internalisasi pemahaman. Mahasiswa juga dapat merasakan pujian yang tulus.
Menurut Kasiyah, meskipun berada di ruang yang sama, proses belajar dan disksusi antarmahasiswa belum tentu terjadi. Dosen yang harus membuat diskusi tersebut dapat terjadi dengan memberikan pemicu yang berkualitas. Selain memberikan pertanyaan untuk memicu diskusi, dosen harus dapat menghadirkan lingkungan yang aman bagi para mahasiswanya dengan menerapkan rules seperti salah merupakan hal wajar dalam proses belajar dan memberi kesempatan mahasiswa untuk menyapaikan kesulitan yang dihadapi.
Materi ajar, lanjut Kasiyah, dapat disampaikan melalui video, buku, wiki, atau forum diskusi, tetapi membantu mahasiswa mengasah kemampuan berpikir kritis atau peka terhadap lingkungan tentu tidak bisa dilakukan dengan cara menyediakan materi ajar saja. Baik konvensional maupun e-learning, pertanyaan (pemicu) harus berkualitas sehingga mendorong mahasiswa mengerahkan kemampuan berpikir kritisnya.
“Tujuan pendidikan bukan hanya menghasilkan mahasiswa memahami konten pembelajaran, tetapi membantu mahasiswa berkembang, mengasah keterampilan berpikir, kepekaan, dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan,” terang Kasiyah.
Keunggulan dan Tantangan Sistem Belajar Daring
Lebih jauh Perempuan yang meraih penghargaan Buku Terbaik II Kategori Pembelajaran Jarak Jauh dari Perpustakaan Nasional ini menjelaskan, pembelajaran konvensional maupun daring mempunyai keunggulan dan tantangannya masing-masing. Pada pembelajaran tatap muka, mahasiswa mendapat respons yang cepat. Interaksi bersifat spontan. Komunikasi dibantu gesture, intonasi suara, raut wajah yang membantu tersampainya gagasan dengan baik. Gagasan atau pertanyaan dari teman dapat memicu mahasiswa berpikir dan memberikan tanggapan.
Dalam pembelajaran daring, diskusi online berbasis teks memberi waktu berpikir bagi mahasiswa sehingga bisa menyiapkan jawaban yang berkualitas. Dengan keleluasaan membaca ulang materi ajar, pemahaman terhadap pesan yang disampaikan menjadi lebih utuh. Proses diskusi yang terekam dapat dibaca ulang, dicermati, dan diteliti. Diskusi online memberikan fleksibilitas bagi dosen dan mahasiswa untuk berinteraksi kapan saja dan di mana saja.
Di sisi lain, interaksi asinkron berbasis teks berpotensi turunnya motivasi jika pertanyaan yang mengganjal tidak kunjung mendapat jawaban. Baik dosen dan mahasiswa menunggu waktu untuk mendapat respons yang diinginkan. Selain itu, berkomunikasi melalui teks memerlukan keterampilan tersendiri.
“Fleksibilitas ditawarkan metode pembelajaran daring menuntut kemandirian belajar mahasiswa. Dosen juga dituntut memiliki strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat keterlibatan mahasiswa serta mendorong mahasiswa ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya dari dependent learners ke level interested lerners dan motivated learners,” terang Kasiyah.
Kiat Belajar Mengajar di Era Digital
Hambatan terbesar di era digital ialah ketika merasa strategi mengajar yang dimiliki dipercaya sudah terbaik sehingga membuat berhenti belajar. Padahal karakteristik pembelajar berubah. Mahasiswa terbiasa mencari sumber belajar di berbagai platform. Kasiyah menuturkan, perkembangan teknologi membuat mata kuliah matematika yang diajarkannya berkembang pesat dari sisi aplikasinya. Oleh karena itu ia harus merombak pendekatan pembelajarannya.
Berikut pengalaman Profesor Kasiyah dalam menemukan metode aktif dan kolaboratif di era digital.
Merasakan sebagai online learner
Untuk mengetahui bagaimana sudut pandang dan kesulitan mahasiswa, Kasiyah mengambil beberapa kuliah Developing Online Education secara online yang ditawarkan oleh Utah State University. Selain itu, ia belajar tentang pembelajaran aktif di berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh UI. Beliau juga berkesempatan mengambil mata kuliah Metakognisi dan Critical Thinking di Fakultas Psikologi, yang membuka wawasannya. Hal tersebut sangat membantu dalam memahami metode pembelajaran aktif dan kolaboratif di era digital.
Menerapkan Collaborative Learning
Interaksi dosen-mahasiswa, mahasiswa-mahasiswa, mahasiswa-konten. Menerapkan collaborative learning secara blended learning sejak 2005 awal dikembangkannya SCELE. Cara ini membantunya dekat dengan ‘dunia’ mahasiswa. Dengan metode collaborative learning, dapat sumber apa saja yang digunakan, apa kesulitan belajar mereka. Dengan forum diskusi dapat diidentifikasi miskonsepsi matematis yang banyak dialami mahasiswa. Ini memicu untuk diteliti dan hasil penelitiannya digunakan membantu meningkatkan strategi pembelajaran.
Meneliti Data di Learning Management System
Penelitian bersama tim Lab Digital Library dan Distance learning mengenai data yang terdapat di Learning Management System sangat bermanfaat untuk meningkatkan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan perubahan tingkat berpikir kritis mahasiswa, bagaimana learning path mahasiswa dari berbagai klaster, mengidentifikasi most common mistakes dalam belajar Aljabar Linear dan menggali sumbernya.
Mengubah strategi pembelajaran secara bertahap dan berkolaborasi
Ketika akan mengubah strategi belajar, maka tidak dilakukan secara drastis, tetapi bertahap dan dilakukan dengan bekerja sama dalam team teaching. Kerja sama antardosen di kelas daring juga bisa dilakukan dalam bentuk shadow teaching atau shadow mentoring. Interaksi para dosen. Ini dapat membantu dosen muda belajar dengan cepat.