Inovasi ini mengubah limbah cangkang kelapa sawit menjadi bernilai ekonomis. PalmCrete dapat diaplikasikan untuk bangunan sederhana dua lantai.
Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar minyak sawit di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) 2022, Indonesia memproduksi 59 persen dari total produksi minyak sawit dunia atau sekitar 45,5 juta ton per tahun. Besarnya produksi minyak sawit yang dihasilkan Indonesia selaras dengan banyaknya cangkang sawit, limbah yang dihasilkan dari proses ekstraksi minyak sawit.
Sebagai tanaman yang hampir seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan, cangkang kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan. Besarnya potensi cangkang kepala sawit ini kemudian diteliti oleh Dr. Ir. Sotya Astutiningsih, M.Eng., Dr. Dipl.-Ing, Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc., Dr. Bastian O. B. Sentosa, S.T., M.T., M.Rech., Dr. Arian Dhini, S.T., M.T., Dr. Eng., Mochamad Adhiraga Pratama, S.T., M.T., dan Dwica Wulandari, S.T., M.T., M.Sc.
Keenam peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI) ini mengkaji penggunaan cangkang kelapa sawit sebagai pengganti agregat kasar alam pada beton dan pemanfataanya dalam konteks ekonomi sirkular. Berdasarkan penelitian yang telah berlangsung sejak 2016 di Laboratorium Struktur dan Material yang dirintis oleh Dr. Ir. Elly Tjahjono dan Ir. Essy Arijoeni, M.Eng., Ph.D, para peneliti berhasil menciptakan inovasi beton ramah lingkungan berbasis daur ulang cangkang sawit yang diberi nama PalmCrete®.
Dr. Dipl.-Ing, Nuraziz Handika, S.T., M.T., M.Sc, mengatakan, beton umumnya terdiri dari pasir, semen, air, dan batu-batu kecil (agregat). Agregat, pasir, dan semen yang tercampur bersama air harus dapat menyatu dan terikat satu sama lain membentuk satu kesatuan beton. Cangkang sawit ini digunakan untuk menggantikan agregat tersebut. Oleh karena itu, peneliti mempelajari sifat pada agregat tersebut agar bisa digantikan oleh cangkang sawit ini. Proses awal agar cangkang siap digunakan ialah dengan melakukan pre-treatment.
“Pre-treatment ialah kegiatan membersihkan sisa serabut pada cangkang sawit serta dari debu dan sisa minyak yang menggumpal. Setelah bersih kemudian dikeringkan dan bisa digunakan. Kelebihan dari cangkang ini, kita tidak memerlukan biaya untuk membentuknya menjadi bentuk tertentu. Hanya saja diperlukan proses pencucian dan penyaringan untuk memenuhi spesifikasi agregat yang digunakan,” jelas Aziz.
Proses Pengembangan dan Uji Coba
Dosen bidang rekayasa struktur dan material ini menambahkan, inovasi ini melalui banyak tahapan pengujian. Uji coba pertama ialah uji kekerasan, menentukan spesifikasi ketebalan cangkang, dan membentuk beton dalam skala kecil berbentuk kubus dan silinder. Proses uji coba juga dilakukan dengan menggunakan beragam jenis semen yang dapat dijumpai di pasaran. Ini bertujuan melihat apakah dengan menggunakan pasir dan semen tertentu beton yang dihasilkan memenuhi syarat atau tidak. Pemenuhan syarat yang pertama adalah dari segi kekuatan/mutu beton yang dikenal dalam sebutan fc’, untuk aplikasi pada bangunan sederhana sesuai dengan SNI 2847: 2019.
Tahap uji berikutnya ialah permeabilitas, memberikan tekanan air dari bawah dengan besar tertentu untuk melihat tembus atau tidaknya air pada beton dengan ketebalan tertentu. Setelah itu juga dilakukan pengujian non-destructive, pengujian yang tidak merusak benda uji secara fisik. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah perilaku beton cangkang kelapa sawit berperilaku seperti beton pada umumnya. Setelah memperoleh hasil bahwa perilaku beton dengan cangkang berperilaku layaknya beton normal, peneliti kemudian membuat sampel beton dengan ukuran yang lebih besar, yakni dengan menanam tulangan baja dengan konfigurasi tertentu, membantuk elemen struktur beton bertulang. Elemen slab dan balok dengan beton cangkang kelapa sawit sudah dites lentur di laboratorium.
“Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan, mutu beton ini dapat diaplikasikan untuk bangunan sederhana dua lantai. Kekuatannya sesuai standar minimal bangunan dua lantai. Jadi, bukan mutu beton yang diharapkan tinggi, tetapi lebih kepada teknologi tepat guna untuk bangunan sederhana dua lantai,” ucap Aziz.
Potensi Masa Depan
Inovasi beton ramah lingkungan yang masih terus dikembangkan lebih jauh ini memiliki potensi untuk bisa dipasarkan. Menurut Aziz, belum lama ini PalmCrete® memperoleh hibah untuk pengembangan penelitian dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ). Hibah ini diperoleh karena inovasi ini dinilai memiliki potensi implementasi yang tinggi, terutama karena pengolahan cangkang kelapa sawit relatif mudah.
Dari sisi harga, lanjut Aziz, jika dikembangkan di wilayah yang tidak jauh lokasinya dari perkebunan kelapa sawit, maka harga yang ditawarkan akan sangat kompetitif. Oleh karena itu, PalmCrete® sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan mitra di daerah perkebunan kelapa sawit, sehingga dari sisi biaya akan jauh lebih efisien dibandingkan dengan mengimplementasikan inovasi ini di wilayah yang jauh dari perkebunan.
“Kami melihat PalmCrete® memiliki potensi besar untuk diterapkan, dan kami berharap dapat bermitra dengan pihak-pihak yang tepat untuk mewujudkannya. Dengan dukungan yang tepat, kami dapat menunjukan manfaat dari inovasi ini, termasuk melalui proyek konstruksi perumahan di area perkebunan kelapa sawit. Semoga PalmCrete® dapat segera diimplementasikan dan membawa dampak positif bagi masyarakat serta lingkungan,”ujar Aziz.