Pahlawan Kesehatan Indonesia

Kepeduliannya terhadap sesama telah ditempa sejak kecil. Puluhan tahun mendedikasikan diri untuk kesehatan dan pendidikan kesehatan di Tanah Air. 

Namanya kerap disebut sebagai salah satu pahlawan kesehatan Indonesia. Kiprahnya pada bidang kesehatan di Tanah Air telah membawanya pada tanggung jawab besar seperti Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Sosok itu bernama Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A (K).

Profesor Sri, demikian ia akrab disapa mengakui keputusannya menekuni profesi dokter terinspirasi dari sang ayah. Ia bersama enam saudara perempuannya kerap melihat bagaimana ayahnya yang berprofesi sebagai dokter berkerja dari pagi hingga sore. Tak jarang ia diajak melakukan kunjungan pasien dari satu rumah ke rumah lainnya. Keseharian melihat ayahnya bekerja telah menumbuhkan empatinya terhadap sesama. 

“Perjalanan seseorang tidak bisa konstan. Ayah kena stroke saat saya SMP dan tidak bisa lagi bekerja. Kehidupan berubah sekali sejak saat itu. Saya yang pernah bercita-cita masuk ke Institut Pertanian Bogor harus mengubur mimpi tersebut,” terang Prof Sri.

Keputusan Sri mendaftar fakultas kedokteran berdasarkan saran dari sang ibu. Sri yang menyakini bahwa perkataan seorang ibu biasanya benar kemudian mendaftar di Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran. Pengumuman menyatakan Sri lulus dari dua universitas tersebut. Hatinya telah tertambat di UI, namun karena permintaan sang ibu, ia memilih Fakultas Kedokteran UNPAD.

“Saya benar-benar nangis karena ingin kuliah di UI. Tetapi sebagai anak tertua di rumah, ibu meminta saya membantu merawat ayah. Saat itu kami sudah pindah dari Solo ke Bandung karena di Solo tidak ada dokter syaraf,” kenang Sri. 

Setelah menamatkan pendidikan pada 1972, Sri ditugaskan di Kabupaten Sumedang. Bertugas di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) dan Rumah Sakit, Sri merasa bekerja di pelosok sangat menggugah pribadinya. Permasalahan yang dihadapi sebagai dokter muda sangat beragam, mulai dari terlibat otopsi kasus pembunuhan hingga kecelakan bus. Kendati demikian, Sri merasa senang karena dapat membantu sesama dan rekan sejawatnya meningkatkan kompetensi di bidang medis melalui diskusi mingguan dengan para perawat terkait kasus-kasus kesehatan yang sulit. 

Selepas tiga tahun mengabdi di Sumedang, Sri melanjutkan pengabdiannya di Puskesmas Mampang. Di tempat barunya ini, ia menginisiasi program Karang Balita, cikal bakal dari Pos Layanan Terpadu (Posyandu). Kegiatan yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat ini digerakkan oleh Karang Taruna. Sri bertugas mengajari para pemuda mengenai kesehatan sehingga Karang Balita bisa berjalan dengan baik. 

Di Puskesmas Mampang ini pula, Sri mendapati kenyataan bahwa 75 persen pasien merupakan anak-anak. Hal inilah yang kemudian mendorongnya mengambil spesialis anak di FK UI. Ia yang tak terpikir menjadi pengajar kemudian diminta menjadi staf pengajar. Sebuah tawaran yang disambut Sri dengan rasa bangga. 

“Saya pikir ini penghargaan yang besar untuk saya. Awalnya saya adalah pegawai di Departemen Kesehatan, kemudian beralih ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Saya menjadi staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI sejak 1983 hingga 2021,”terang Sri.

 

Dedikasi Untuk Kesehatan Indonesia

Perempuan yang pernah menjadi atlet renang, lempar lembing, loncat tinggi, hingga volli ini, terlibat aktif di berbagai organisasi. Selama 15 tahun ia mengampu tanggung jawab sebagai Ketua Satgas Imunisasi di IDAI. Keterlibatan Sri bermula ketika ada wacana terkait perubahan pada bidang infeksi yang sebelumnya kuratif menjadi preventif. Selain pencegahan dinilai lebih baik daripada mengobati, ilmu imunisasi atau vaksinologi telah maju pesat.

“Tugas saya sebetulnya memberikan informasi dan edukasi. Hampir dua tahun sekali kami merevisi buku-buku imunisasi. Itu pula yang kemudian membuat saya terjun di ITAGI,” terang Sri. 

ITAGI merupakan badan independen dari para ekspert di bawah koordinasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Strategy Advisory Group of Experts (SAGE). Melalui ITAGI, ia memberi rekomendasi kepada pemerintah terkait vaksinasi anak, termasuk juga rekomendasi terkait vaksin Covid-19. 

Selain mengajar, Sri masih terlibat aktif mengkoordinasi berbagai peneltian dan menjadi narasumber di berbagai instansi. Perempuan yang gemar bercocok tanam ini memiliki beberapa prinsip yang ia pegang teguh sepanjang hidupnya. Sri selalu menerapkan prinsip hidup untuk tak menunda pekerjaan. Selain itu, ia juga percaya ketika seseorang bekerja sebaik mungkin maka balasan yang diberikan Allah pasti lebih baik. Prinsip lainnya ialah menghargai orang lain. 

“Menjadi keluarga besar FKUI selama 30 tahun, banyak hal berharga yang saya alami. Kecintaan kepada UI itu nomor satu. Penghargaan yang saya terima dari UI menjadi bukti bahwa keberadaan saya diakui di keluarga besar UI”. 

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya