MBKM diharapkan memberikan keterampilan dan pengalaman baru yang selama ini tidak didapatkan oleh mahasiswa di dalam kampus. Peluang meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
Menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh dalam menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja, dan teknologi yang semakin berkembang menjadi keharusan agar generasi muda Indonesia dapat bersaing di kancah global. Dalam persaingan global, kompetensi menjadi faktor penentu. Oleh karena itu pemerintah perlu merancang program yang mampu memperkuat kompetensi mahasiswa sesuai dengan dunia usaha dan dunia industri, serta masa depan yang semakin cepat mengalami perubahan.
Komitmen Pemerintah Indonesia dalam menyiapkan generasi masa depan yang tangguh salah satunya ditempuh melalui Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia pada 2020, program ini dirancang agar para mahasiswa dapat melakukan aktivitas di luar kelas dalam rangka meningkatkan kompetensi sehingga relevan dengan kebutuhan zaman.
Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) Prof. Dr. rer. nat. Budiawan mengatakan, dalam melaksanakan kebijakan program MBKM, FMIPA UI memastikan pelaksanaannya selaras dengan program MBKM yang dirancang pemerintah dengan menyediakan delapan program secara presisi dan bermanfaat. Mahasiswa FMIPA UI dapat memilih salah satu dari kegiatan MBKM yang diinginkan, seperti pertukaran pelajar, magang atau praktik kerja, asistensi mengajar di satuan pendidikan, penelitian atau riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi atau proyek independen, membangun desa atau kuliah kerja nyata tematik.
“FMIPA UI terdiri dari enam departemen dengan 21 program studi. Pada tahap awal, mahasiswa lebih banyak memilih magang atau praktik kerja, tetapi tahun berikutnya lebih bervariasi. Jadi, sekarang komposisinya relatif balance lah,” terang Budiawan.
Perubahan komposisi program MBKM ini tak lepas dari peran manajemen fakultas untuk mendorong para mahasiswa agar mengikuti program terutama yang inline dengan bidang studi yang ditekuninya. Budiawan mencontohkan, mahasiswa dari Departemen Kimia dan Biologi, bisa mengambil kegiatan magang atau penelitian di Badan Riset dan Inovasi Nasional atau Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Lembaga/Organisasi perlindungan lingkungan. Sementara mahasiswa Departemen Matematika bisa mengambil program kewirausahawan karena keilmuannya inline untuk memperhitungkan bagaimana pembiayaan sebuah perusahaan ataupun terkait penerapan artifisial Intelegensi (AI).
Program MBKM di FMIPA UI dilaksanakan pada semester enam atau semester tujuh. Kebijakan ini bertujuan agar mahasiswa berfokus untuk menyelesaikan mata kuliah wajib pada semester satu hingga semester lima. Selain itu, dengan dilaksanakan menjelang semester akhir, program yang bertujuan meningkatkan pengalaman mahasiswa di luar bangku kuliah ini diharapkan dapat menunjang kegiatan studi mahasiswa, yakni tugas akhir dan capaian pembelajaran lulusan fakultas sesuai kurikulumnya.
Guru Besar Bidang Toksikologi Kimia dan Bahan Kimia Berbahaya ini menambahkan, harapan fakultas didasari pertimbangan bahwa 20 Satuan Kredit Semester (SKS) dari total 40 SKS yang tersedia dalam program MBKM merupakan satuan kredit yang besar, dan 20 SKS setara satu semester dengan enam bulan waktu perkuliahan. Ketika kembali ke kampus, mahasiswa harus berjuang untuk menyelesaikan tugas akhirnya.
Bayangkan jika 20 SKS lainnya yang dapat menunjang pembelajaran mahasiswa dapat digunakan untuk melakukan persiapan riset maupun kegiatan yang membantu proses tugas akhir, maka selesai MBKM mahasiswa tak lagi kebingungan untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Selain itu, pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan baru yang diperoleh semasa mengikuti program MBKM, untuk itu diharapkan dapat membantu mahasiswa FMIPA UI menyelesaikan tugas akhir dan membekalinya setelah selesai kuliah.
“Memasuki tahun ketiga, banyak mahasiswa mulai memilih program-program yang mampu menunjang program tugas akhirnya. Tapi kami hanya mengarahkan dan berdiskusi saja, keputusan tetap di tangan mahasiswa,“ucap Budiawan.
Pastikan Selaras dengan Tujuan Fakultas
Guna memastikan program yang diikuti mahasiswa selaras dengan capaian pembelajaran FMIPA UI, fakultas membentuk Tim Transfer Kredit. Tim ini bertugas mengevaluasi program-program MBKM yang diikuti oleh mahasiswa. Selain itu, Tim Transfer Kredit bertugas menilai jumlah SKS yang akan dikonversi sesuai dengan kegiatan program yang diikuti, apakah setara dengan 20 SKS atau justru kurang dari 20 SKS.
Menurut Budiawan, perusahaan maupun organisasi yang telah menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memiliki program yang jelas sehingga lebih mudah dalam menentukan jumlah SKS yang akan dikonversi. Namun, tak sedikit perusahaan atau organisasi yang belum merancang program MBKM di perusahaannya dengan cukup jelas sehingga perlu berdiskusi lebih jauh agar capaian yang diharapkan mahasiswa, fakultas, dan perusahaan, dapat tercapai.
“Itulah pentingnya memorandum of understanding (MoU) antara perusahaan dengan UI atau FMIPA UI. Melalui MoU ini kita bisa melihat apa saja yang akan dilakukan mahasiswa selama proses magang atau riset,” ujar Budiawan.
Aktivitas yang dilakukan mahasiswa tentunya mempengaruhi bobot penilaian mahasiswa. Mahasiswa yang cenderung hanya duduk di depan komputer, tentu memiliki bobot penilaian yang berbeda dengan mahasiswa yang aktif langsung ke laboratorium. Beragam aktivitas inilah yang menjadi evaluasi Tim Transfer Kredit untuk kemudian menentukan bobot penilaian, misalnya, 12 SKS, 18 SKS, atau 20 SKS sesuai ketentuannya.
“Tentunya kami tidak bisa asal memberikan bobot penilaian ya karena kami harus mempertahankan knowledge, skill dan mutu mahasiswa FMIPA UI,” ujar Budiawan.
Pentingnya Evaluasi Program
Lebih jauh Budiawan menjelaskan, mengimplementasikan program MBKM dengan baik agar selaras dengan capaian pembelajaran lulusan fakultas/universitas (CPL) FMIPA UI bukan perkara mudah. Ada beragam tantangan yang harus dihadapi, terutama bagi para dosen yang mengajar mata kuliah pilihan. Ketika mengikuti program MBKM di luar Fakultas, mahasiswa akan dapat memperoleh kredit sebesar 20 SKS, setara kiranya dengan delapan mata kuliah per semester. Artinya ada delapan mata kuliah pilihan yang tak lagi dipilih oleh mahasiswa.
Ketika banyak mata kuliah pilihan yang diampu seorang dosen tak lagi dipilih, hal ini dapat mengganggu Beban Kerja Dosen (BKD). Di sisi lain, MBKM merupakan hak mahasiswa yang harus dihargai. Tantangan inilah yang mendorong fakultas untuk memberi semangat dan dukungan bagi para pendidik agar mata kuliah pilihan tetap diminati mahasiswa sehingga tidak mengganggu skor BKD dosen FMIPA UI, selain arahan untuk membuat tim Teaching untuk mata kuliah wajib (non pilihan) khususnya bagi dosen pengampu utama mata kuliah pilihan.
Oleh karena itu Budiawan berharap, program MBKM sebaiknya tidak dilihat sekadar sebagai pengganti kuliah di dalam kelas. Program yang diluncurkan oleh Kemenbudristek yang sangat baik ini seharusnya tidak dipandang semata sebagai kesempatan meraih 20 SKS di luar kelas. Program MBKM sebagaimana tujuannya ialah memberi kesempatan mahasiswa mendapatkan knowledge dan skill yang baru selama masa studinya yang selama ini tidak didapatkan di kampus dan dapat menunjang capaian pembelajaran lulusan kampusnya serta menjalin hubungan kerja sama yang saling membutuhkan dan menguntungkan antarkampus dan industri.
Agar tujuan ini dapat tercapai dan berjalan lebih lagi, evaluasi perlu dilakukan oleh seluruh pihak. Pemerintah melalui DIKTI, perlu melakukan evaluasi lingkup nasional terhadap kebijakan ini terkait pula kurikulumnya. Sementara Fakultas juga perlu terus melakukan evaluasi dan menyesuaikan program sejalan dengan kurikulum yang ada.
“Evaluasi perlu dilakukan karena di dalamnya ada hak mahasiswa dan hak serta kewajiban dosen juga. Evaluasi juga perlu dilakukan agar kita bisa menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu kerja dan berdaya saing. Bahkan bisa dikatakan, menjadi lulusan yang akan dibutuhkan oleh masyarakat umumnya dan industri nasional khususnya,” kata Budiawan.