Melangkah Bersama Menuju Satu Abad Indonesia

SDM berkualitas merupakan modal utama untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas. Melalui pendidikan berkualitas, UI terus berupaya membangun generasi Indonesia yang unggul, berdaya saing, dan memiliki kesadaran untuk menjaga dan merawat Indonesia.

Menjadi Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan merupakan cita-cita yang ingin dicapai Indonesia pada 2045. Harapan ini tertuang dalam Visi Indonesia Emas 2045. Melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, Pemerintah Indonesia menyusun peta jalan untuk mencapai impian tersebut. 

Dalam menyongsong usia satu abad Indonesia, peta jalan ini berfokus pada empat pilar pembangunan, yakni Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan. Keempat pilar ini disusun berlandaskan pada kekuatan yang dimiliki Indonesia yang meliputi sumber daya manusia, sosial budaya, kekayaan alam, kekuatan maritim, perkembangan megatren global, dan pencapaian pembangunan periode sebelumnya. 

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS)  Indonesia, kondisi demografi penduduk Indonesia akan didominasi usia produktif pada periode 2020-2035. Ini menjadi modal penting bagi Indonesia untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. 

Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Kependudukan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Prof. Dra. Omas Bulan Samosir, Ph.D. mengatakan, Indonesia tengah memasuki tahap kedua bonus demografi. Pada tahap pertama yang disebut dengan transisi demografi ditandai dengan menurunnya tingkat kelahiran dan kematian yang menyebabkan terjadinya perubahan pada komposisi penduduk menurut kelompok umur. Perubahan ini meningkatkan persentase usia produktif (15-64 tahun) serta meningkatnya persentase penduduk usia 65 tahun. 

“Menurut saya, jalan utama mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 adalah melalui bonus demografi. Namun, bonus demografi tidak otomatis menjadi bonus tanpa adanya investasi yang kita lakukan pada tahap kedua bonus demografi ini,” ucap Omas. 

Peneliti senior di Lembaga Demografi FEB UI ini menambahkan, pada tahap kedua bonus demografi ini, Pemerintah perlu berinvestasi pada sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan menengah dan tinggi, kesehatan yang berkualitas, dan kesempatan kerja yang produktif. 

Perlu diakui kesenjangan di berbagai aspek di Tanah Air masih cukup tinggi. Pada aspek pendidikan, disparitas antara Pulau Jawa dengan Papua masih tinggi. Angka kematian bayi maupun kematian ibu saat melahirkan di kota-kota besar pun jauh lebih rendah dibandingkan dengan daerah-daerah di pelosok Indonesia. Betapa masyarakat di Pulau Jawa, khususnya Ibu Kota Indonesia, dapat menikmati berbagai fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah terpencil di Tanah Air. 

Oleh karena itu, pemerintah harus mengurangi kesenjangan yang ada sekaligus meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Pemerintah juga harus menciptakan lingkungan yang mendukung pembangunan ekonomi nasional melalui kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan, baik di kota maupun di desa. 

“Dengan penduduk yang sehat dan terdidik ini, maka kita akan memiliki angkatan kerja yang produktif yang nantinya akan mendorong bonus demografi,” ujar Omas. 

Pentingnya Karakter Ke-Indonesia-an

Senada dengan yang disampaikan Omas, Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc mengatakan, modal utama mencapai Visi Indonesia Emas 2045 adalah kualitas sumber daya manusianya, kualitas masyarakat yang sadar akan kepentingan Indonesia. Kesadaran itu lahir dari pembinaan karakter yang menjadi fondasi Indonesia Emas. 

Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini menjelaskan, terdapat empat karakter yang harus dimiliki masyarakat Indonesia. Pertama, karakter keindonesiaan, yang menyadari bahwa bumi Nusantara ini adalah warisan yang harus  dirawat untuk diwariskan ke generasi berikutnya. Kedua, menjadi manusia produktif. Karakter ketiga ialah kemampuan menjaga konsumsi bagi kebaikan diri (responsible consumerism). Manusia Indonesia harus memiliki kesadaran untuk menjaga diri dari tindakan yang membahayakan serta membangun fisik dan mental dan mengisi waktu dengan kegiatan positif. 

“Di masa sekarang dan yang akan datang, tantangannya semakin beragam. Konsumsi negatif itu sangat beragam seperti judi online, narkoba, pornografi, hingga pinjaman online,” tutur Bambang. 

Terakhir ialah kemampuan diplomasi. Kemampuan untuk berperan dan mempengaruhi dunia memerlukan kemampuan membangun kerja sama jaringan. Keempat karakter ini merupakan tanggung jawab diri, orang tua, pemerintah, dan institusi pendidikan. Negara harus melindungi masyarakatnya dengan regulasi dan memastikan warganya tumbuh dengan baik sehingga dapat mengisi ruang pemikirannya dengan empat karakter ini. Sementara institusi pendidikan berperan membangun produktivitas dengan melahirkan profesional.  

“UI memiliki tanggung jawab membangun keindonesiaan. Jadi, kami tak hanya berperan membangun  keahlian profesional, tetapi juga membangun generasi Indonesia yang memiliki kesadaran akan kepentingan strategik nasional. Artinya, tidak hanya unggul dan kompeten, tetapi juga memiliki kemampuan merawat dan melindungi Indonesia,” ujar Bambang. 

Membangun Generasi Berpikir Kritis

Komitmen membangun generasi Indonesia yang unggul memang telah mengakar di UI. Sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air, UI tidak hanya berfokus menghadirkan pendidikan yang berkualitas bagi para mahasiswanya, tetapi juga memiliki kepedulian meningkatkan literasi bagi seluruh kalangan. Salah satunya melalui beragam kegiatan literasi dan kemudahan mengakses koleksi bacaan di perpustakaan UI. 

Kepala UPT Perpustakaan UI Mariyah, S.Sos., M.Hum. mengatakan, UI memiliki semangat untuk dapat melebur dengan masyarakat. Koleksi perpustakaan UI dapat diakses oleh seluruh kalangan, baik siswa Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga masyarakat umum. Perpustakaan UI juga merancang program libraray tour bagi siswa Taman Kanan-Kanak dan Sekolah Dasar. 

“Kami menerima pemustaka dari seluruh kalangan, mulai dari TK hingga masyarakat umum. Ini bagian dari semangat kami untuk berbagi dan berperan dalam meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia,” ucap Mariyah. 

Ketua Umum Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia ini menambahkan, kemampuan literasi merupakan fondasi penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada saat ini. Kemampuan ini membantu masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. 

Keterampilan berpikir kritis, lanjut Mariyah, ialah kemampuan menganalisis informasi, mengevaluasi argumen, dan membuat kesimpulan yang logis. Dengan memiliki kemampuan berpikir kritis, generasi muda Indonesia akan dapat berpikir di luar kotak dan menciptakan solusi yang inovatif. Dengan literasi yang baik akan menciptakan generasi muda yang berprestasi di bidang akademik dan mempunyai pengetahuan yang luas sehingga mampu berkomunikasi secara efektif dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat. 

“Dengan mendorong budaya literasi, artinya kita membangun fondasi yang kuat bagi generasi masa depan Indonesia yang lebih baik dan lebih cerah. UI terus berupaya berkontribusi menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan dalam menyambut Indonesia Emas 2045,” ujar Mariyah.

Pengabdian Masyarakat Berbasis Edukasi

Semangat UI untuk mempersiapkan generasi muda yang berdaya saing dalam menyambut satu abad Indonesia juga dilakukan melalui berbagai kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas), salah satunya program Metode Read Aloud dan Pojok Jendela Ilmu. Diketuai oleh Dr. Retno Lestari, M.Si, dosen di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UI), program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan literasi siswa sekolah dasar di SD Negeri Ramea 2, Pandeglang. 

Retno menjelaskan, kegemaran membaca merupakan bagian dari pengembangan kualitas intelektual bangsa yang perlu ditumbuhkan sedini mungkin. Sebagai proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literasi, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Untuk menumbuhkan generasi gemar membaca memerlukan proses yang panjang, metode yang menarik, dan suasana yang menyenangkan.

“Metode Read Aloud merupakan metode membaca nyaring yang dilakukan secara berkelompok. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca buku yang dilakukan secara menarik dengan cara yang menyenangkan,” ujar Retno. 

Retno menambahkan, selain pengmas Read Aloud dan Pojok Jendela Ilmu, ia juga menginisiasi program Sainskademi. Program yang diperuntukkan bagi siswa SD ini dilakukan dengan melakukan eksperimen-eksperimen sains dengan bahan-bahan sederhana. Kegiatan yang telah dilakukan di Pandeglang, Bogor, dan Yogyakarta ini bertujuan mengajak anak-anak mempelajari dan memahami fenomena alam yang terjadi secara saintifik.

“Kami juga menyelenggarakan program mitigasi bencana bagi anak-anak. Program ini dilakukan dengan bermain ular tangga yang diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan terkait pengetahuan bencana alam. Program mitigasi juga dilakukan melalui dongeng,” ucap Retno. 

Menurut Retno, Visi Indonesia Emas 2045 dapat terwujud dengan adanya sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan literasi yang baik. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan arus informasi, penting bagi generasi muda untuk mempersiapkan diri memiliki pengetahuan yang luas untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa yang sejalan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, budaya literasi sangat perlu dipupuk sejak dini demi tercipta SDM unggul dan cemerlang. 

“Program literasi ini juga mendukung tercapainya SDGs nomor 3, yakni Pendidikan yang Berkualitas. Salah satu pintu utama untuk mencapai pendidikan yang berkualitas dan merata adalah meningkatkan budaya literasi yang merupakan akses terhadap ilmu pengetahuan.”

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya