M. Fauzan Shabana, FMIPA UI Raih IPK Tertinggi Berkat Kecintaan pada Fisika

Kecintaan pada ilmu fisika membuatnya ingin melanjutkan pendidikan magister bidang fisika plasma di luar negeri. Ia bertekad mengembangkan reaktor nuklir fusi pertama di Indonesia.

Ribuan wisudawan memadati gedung Balairung Universitas Indonesia (UI) pada Jumat, 22 September 2023. Suasana wisuda yang berjalan dengan tenang tiba-tiba saja bergemuruh di dalam ruang berkapasitas 2.500 kursi tersebut. Gemuruh itu terjadi setelah MC menyebut nama Muhammad Fauzan Syahbana, wisudawan Program Pendidikan Sarjana, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA UI). 

Ia mengantongi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,99, pria yang lebih dikenal sebagai Sabana ini menjadi lulusan dengan nilai tertinggi pada Program Pendidikan Sarjana UI. Ia berhasil mencatatkan prestasi sebagai wisudawan dengan nilai tertinggi yang tentu saja membuatnya bersyukur, meskipun begitu ia sebetulnya merasa gemas dengan hasil akhir yang diraihnya. Sambil berseloroh ia mengatakan, “Bisa 4.00 saja tidak?” 

Prestasi memang lekat dalam kehidupan Syahbana.  Menyukai ilmu fisika sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Syahbana aktif terjun di berbagai perlombaan di kancah nasional. Semasa Sekolah Menengah Atas (SMA), ia berhasil memperoleh medali emas pada Olimpiade Sains Nasional (OSN). Penghargaan ini pula yang membawanya terpilih sebagai mahasiswa UI melalui jalur prestasi.  

Jalur prestasi UI merupakan jalur seleksi bagi para siswa yang memiliki prestasi minimal juara tiga atau peraih medali perak pada bidang IPTEK, olahraga, dan seni di tingkat nasional dan internasional yang diperoleh saat masih SMA atau maksimal tiga tahun terakhir. 

Peraih medali emas pada Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ONMIPA) 2021 dan medali emas pada Kategori Pemrograman Nasional pada Pagelaran Mahasiswa Nasional Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 2021, ini sempat merasa kesulitan beradaptasi dengan proses pembelajaran yang sebelumnya dilakukan secara luring kemudian bertransisi ke pembelajaran daring saat pandemi Covid-19. 

Kesulitan beradaptasi terhadap kegiatan belajar mengajar secara online ini sempat membuat indeks prestasinya menurun. Meskipun begitu, Syahbana tak lantas kehilangan semangat. Ia pun membulatkan tekad untuk bisa meraih hasil yang terbaik. Tekad tak pantang menyerah inilah yang membuatnya berhasil menjadi lulusan dengan nilai tertinggi. 

Tertarik Pada Fisika Plasma

Selama mengikuti pendidikan di UI, Syahbana merasa sangat terbantu dengan hadirnya para dosen yang sangat supportive di lingkungan FMIPA UI, khususnya Departemen Fisika, tempatnya menimba ilmu. Menurutnya, para dosen UI memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengajarkan ilmu kepada para mahasiswa. 

Di Departemen Fisika FMIPA UI terdapat beberapa peminatan. Syahbana kemudian memilih peminatan pada Fisika Nuklir dan Partikel Teoretis. “Di bawah bimbingan Prof. Dr. Drs. Terry Mart, saya meneliti partikel meson, yaitu partikel kecil yang sangat berpengaruh bagi perkembangan teknologi, terutama untuk ratusan hingga ribuan tahun ke depan,” kata Syahbana. 

Penelitian terkait partikel meson penting dalam kajian nuklir. Menurut Syahbana, pengembangan nuklir diperlukan karena manusia tidak bisa menghindar dari penggunaan energi. Saat ini, 70-80 persen konsumsi energi di dunia masih memanfaatkan energi fosil. Di Indonesia penggunaan energi fosil yang terdiri dari minyak, gas alam, dan batu bara mencapai 91 persen. Hanya 9 persen yang menggunakan energi baru terbarukan.

Kecintaannya pada fisika yang telah dipupuk sejak bangku SMP membuatnya ingin terus bersentuhan dengan disiplin ilmu ini. Oleh karena itu ia berharap dapat melanjutkan pendidikan magisternya di bidang fisika plasma. Menurutnya, fisika plasma belum banyak dikaji di Indonesia. Selain itu ilmu fisika plasma dapat digunakan untuk mengembangkan reaktor nuklir fusi yang menggabungkan atom seperti di matahari. 

“Reaktor fusi akan hadir sebagai salah satu sumber energi paling bersih, aman, dan murah karena hanya membutuhkan air sebagai bahan utama. Reaktor ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Saya berharap bisa menimba ilmu tersebut di luar negeri, lalu kembali ke Indonesia untuk mengembangkannya agar Indonesia bisa menciptakan reaktor nuklir fusi pertama,” kata Syahbana.

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya