Cara mengatasi obesitas sangat personal. Aktivitas fisik dan nutrisi yang dibutuhkan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Obesitas dikaitkan sebagai kondisi yang kerap dialami oleh orang dewasa maupun lanjut usia. Padahal penumpukan lemak berlebih dalam tubuh juga dialami oleh remaja. Setidaknya 36 persen mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2022 mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas, demikian disampaikan DR. dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto, Sp.DLP, MSc.CM-FM, F.I.S.P.H, F.I.S.C.M selaku Kepala Klinik Satelit Makara Universitas Indonesia.
Data yang disampaikan Dhanasari merupakan hasil dari pemeriksaan kesehatan yang dilakukan Klinik Satelit Makara UI terhadap seluruh mahasiwa baru. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan kuesioner, angka overweight dan obesitas mahasiswa baru terus mengalami peningkatan, mulai dari 32 persen pada 2015 hingga mencapai hampir 37 persen pada 2022.
“Angka ini terlalu tinggi bagi remaja dengan rentang usia 16-20 tahun atau rata-rata 18 tahun. Masa sepertiga mahasiswa UI overweight dan obesitas,” ucap Dhanasari.
Dhanasari menjelaskan, seseorang dikatakan mengalami obesitas grade 1 ketika penumpukan lemak berlebih dalam tubuh berada pada angka 25-30 dalam Indeks Massa Tubuh (Body Mass Indeks). Jika penumpukan lemak berada di atas angka 30, maka dinyatakan sebagai obesitas grade 2. Sementara seseorang dengan indeks 18-23 dinyatakan sebagai normal weight dan di atasnya dinyatakan sebagai overweight.
Faktor Pemicu Obesitas
Anggapan cenderung malas bergerak menyebabkan seseorang mengalami obesitas, nampaknya tidak menjadi faktor utama bagi 36 persen mahasiswa UI ini. Menurut Dhanasari, dari tahun ke tahun tidak ada perbedaan bermakna dalam statistik tentang aktivitas fisik mahasiswa baru antara yang rajin bergerak dengan yang tidak bergerak terhadap kelebihan berat badan dan obesitas.
Kelebihan berat badan dan obesitas yang dialami sepertiga mahasiswa baru ini dipengaruhi tiga faktor utama antara lain, tidak terbiasa makan pada pagi hari, memiliki kebiasaan makan kurang dari tiga kali sehari, dan riwayat keluarga yang mengalami obesitas. Faktor terakhir belum bisa dikatakan sebagai faktor genetik, melainkan lebih kepada kebiasaan makan atau pemilihan makanan dalam keluarga tersebut.
“Memang harus diteliti lebih jauh lagi kenapa anak-anak yang tidak makan pagi menjadi lebih gemuk. Bisa saja disebabkan kalap makan siang karena lapar,” jelas Dhanasari.
Ketiga faktor ini, lanjut Dhanasari, diperoleh berdasarkan analisis yang dibuat oleh Kinik Satelit Makara UI atas kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa pada saat pemeriksaan kesehatan. Kuesioner ini mencangkup beberapa pertanyaan penting seperti riwayat kesehatan, kebiasaan berolahraga, riwayat obesitas pada keluarga, hingga kesehatan mental.
Dampak Buruk bagi Fisik dan Psikis
Lebih jauh Dhanasari menjelaskan, sampai hari ini obesitas masih dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Padahal tumpukan lemak berlebih dalam tubuh ini bisa meningkatkan risiko terserang stroke dan penyakit jantung, dua penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu menurunkan berat badan secara langsung menurunkan risiko terserang stroke, penyakit jantung, hingga diabetes.
“Orang Indonesia sekarang banyak yang mengalami diabetes atau hipertensi di usia kurang dari 45 tahun. Itu sebetulnya karena riwayat obesitas,” jelas Dhanasari.
Selain menyebabkan kerugian bagi fisik, obesitas juga berdampak buruk bagi psikis seseorang. Orang dengan obesitas umumnya memiliki self-esteem yang rendah dan kurang percaya diri. Sifat rendah diri ini bisa menganggu aktivitas perkuliahan individu yang mengalami obesitas. Salah satu kasus ekstrem yang terjadi ialah ketika mahasiwa memutuskan berhenti kuliah lantaran malu karena bobot tubuhnya menaik drastis selama kuliah online. Kasus semacam ini nyatanya tidak terjadi hanya satu kali.
“Obesitas bukanlah kondisi yang bisa diremehkan. UI mempunyai sarana olahraga terlengkap se-Asia Tenggara, pergunakanlah dengan baik. Klinik kesehatan UI juga sangat lengkap. Manfaatkan dengan baik agar mahasiswa lulus dalam keadaan sehat,” harap Dhanasari.
Cara Atasi Obesitas
Secara general mengatasi obesitas dapat dilakukan dengan dua cara, aktivitas fisik dan pemenuhan nutrisi bagi tubuh, namun kebutuhan antara satu orang dengan lainnya tak sama.
1. Pastikan Asupan Seimbang bagi Tubuh
Setelah menghitung kebutuhan nutrisi tubuh, dokter umumnya akan menyarankan memenuhi asupan kalori per hari. Upaya menurunkan berat badan tidak boleh dilakukan secara drastis, maksimal 10 persen dalam dua bulan.
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik untuk memelihara kebugaran tubuh tak boleh menyebabkan cedera pada tubuh. Kaki pada dasarnya didesain untuk aktivitas normal weight sehingga seorang obesitas harus menyesuaikan jenis dan cara berolahraga agar tidak menimbulkan sakit.
Intervensi UI Mengatasi Obesitas
1. Kartu Overweight dan Obesitas
Klinik Satelit Makara UI memberikan kartu bagi mahasiswa overweight dan obesitas. Kartu ini dapat digunakan untuk membuat program penurunan berat badan. Klinik Satelit UI dilengkapi Body composition analyzer, alat yang digunakan untuk mengukur massa lemak dan kondisi air dalam tubuh sehingga diketahui berapa jumlah kalori dan olahraga yang sesuai untuk tubuh.
2. Klinik Penurunan Berat Badan
Klinik Satelit Makara UI berencana mendirikan Klinik Penurunan Berat Badan. Program yang digagas oleh salah satu mahasiwa S3 ini memberikan coaching agar penderita obesitas dapat termotivasi untuk menurunkan berat badan. Keberhasilan penelitian ini kemudian diteruskan oleh Klinik Satelit Makara UI.
3. Usulkan Program dengan SKS
Klinik Satelit Makara UI mengusulkan agar mahasiswa overweight dan obesitas yang berhasil lulus dalam keadaan normal weight mendapatkan nilai. Sistem ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk hidup sehat.