Jovial da Lopez “Terus Berjuang Memperluas Wawasan Generasi Muda Indonesia “

Bercita-cita berada di dalam pemerintahan, ia menilai jabatannya sebagai CCO menjadi kesempatan untuk menguji diri untuk memimpin di tingkat yang lebih tinggi lagi.

Memulai kiprah di dunia hiburan dengan mendirikan kanal YouTube SkinnyIndonesian24 pada 24 Juni 2011, konten yang dihadirkan Jovial da Lopez selalu berhasil menempati jajaran teratas konten populer di Indonesia. Yang terbaru, Epic Rap Battles Of Presidency 2024, video rap bertema pemilihan presiden ini berhasil meraih 25 juta view. Jauh sebelum video tersebut dirilis, pada 2021, pria yang akrab disapa Jovi ini memutuskan mundur dari kanal YouTube yang membesarkan namanya.

Keputusannya mundur dari kanal YouTube SkinnyIndonesian24 sempat menjadi perbincangan hangat netizen di beragam platform media sosial. Sebuah keputusan yang ternyata membuka jalan baru bagi perjalanan kariernya. Ditawari bergabung oleh tiga perusahaan media besar di Indonesia, ketiga media tersebut memintanya bergabung bukan sebagai collaborator, melainkan masuk ke sistem dan struktur perusahaan. Butuh waktu lama bagi Jovi untuk memutuskan hingga akhirnya melabuhkan pilihannya ke Narasi TV.

“Narasi TV memiliki visi untuk membuka wawasan dan mengedukasi anak-anak muda Indonesia. Jadi, bukan semata-mata money oriented. Visi ini sejalan dengan yang saya perjuangkan 10 tahun terakhir melalui kanal Youtube,” ucap Jovi.

Membawahi tim berjumlah ratusan orang tentu memberi pengalaman berbeda dengan membawahi tim berjumlah tujuh orang saat masih di SkinnyIndonesian24. Di tempat barunya ini, ia belajar mengenai birokrasi, koordinasi, dan meyakinkan divisi-divisi lain bahwa strategi yang dipilihnya bertujuan untuk kemajuan seluruh elemen di dalam perusahaan.

Menurut Jovi, yang cukup menantang ialah gagasan yang ditawarkan harus memikirkan seluruh aspek perusahaan. Jovi mencontohkan, ketika awal bergabung, ia membuat program untuk menguji wawasan mahasiswa. Program yang diberi nama Tes Wawasan Kebangsaan ini disetujui mulai dari level manajer hingga direksi. Namun untuk mewujudkan program tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Budget produksi harus benar-benar di-breakdown.

“Sedangkan dulu, ketika menentukan budget, saya dan Andovi rough estimation saja. Kalau sekarang tidak bisa demikian sebab biaya produksi akan memengaruhi keuangan perusahaan,” ucap Jovi. Jovi menambahkan, bekerja dengan ratusan orang memberi kepuasan yang berbeda. Meski perlu beradaptasi terhadap proses bisnis perusahaan, ia merasa hal tersebut bukanlah tantangan, melainkan peluang untuk meningkatkan kompetensi. Baginya, menjadi pemimpin perusahaan menjadi cara untuk menguji diri dan meningkatkan kompetensi.

“Saya punya mimpi untuk masuk ke dalam pemerintahan Indonesia dan saya paling benci jalur terkenal. Kamu dikenal, maka kamu dapat posisi, saya benci seperti itu. Jadi, saya melihat profesi saat ini sebagai ujian, tempat menguji diri sendiri untuk nantinya ke jenjang yang lebih tinggi,” kata Jovi.

PENGARUH PENDIDIKAN DI UI MASIH TERUS MEMBEKAS

Masyarakat kini mengenalnya sebagai salah satu pemimpin di perusahaan media besar di Indonesia. Kendati demikian, pria kelahiran San Francisco, California, 24 Februari 1990, ini mengaku lebih nyaman dikenal sebagai content creator. “Salah satu tugas saya sebagai CCO ialah berhubungan dengan content creator dan membuat konten untuk Narasi TV. Jadi, sampai sekarang pun saya lebih nyaman dikenal sebagai content creator,” ujar Jovi.

Sebagai seorang content creator, lanjut Jovi, latar belakang pendidikan di bidang Fisika Nuklir di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeristas Indonesia (FMIPA UI) ternyata cukup berpengaruh besar, terutama dalam menentukan pembuatan konten. Dengan latar belakang sains, Jovi yang terbiasa berpikir absolute truth menilai bahwa yang benar adalah benar, sisanya salah. Sementara Andovi yang berlatar belakang hukum punya pola pikir yang berbeda. Hal inilah yang membuat gagasan keduanya kerap bertabrakan.

“Bagi saya, cuma ada satu solusi. Solusi yang benar, dan lainnya salah. Sedangkan Andovi ini mau main di grey area, selama ada argumennya buat dia nggak masalah. Ilmu eksak itu masih menempel di saya sampai sekarang,” ucap Jovi. Tak hanya bidang keilmuan, begitu banyak kenangan selama menjalani perkuliahan yang melekat kuat di kepalanya. Salah satu yang paling berkesan ketika ia berhasil membawa FMIPA menjuarai tiga besar kompetisi band di UI. Dikenal sebagai tempat berkumpulnya orang-orang pintar, FMIPA kerap dianggap sebagai tempat para kutu buku. Stigma inilah yang ingin Jovi ubah dengan membentuk sebuah band dan memenangkan kompetisi.

Jovi yang semasa kuliah gemar menyantap hidangan di Prasmanan Rektorat ini, berpesan kepada para mahasiswa UI bahwa mengejar prestasi akademik merupakan hal baik, tetapi jangan lupa membangun pertemanan dengan orang lain. Menurutnya, banyak mahasiswa yang hanya peduli pada nilai, tetapi tidak peduli pada orang di sekelilingnya. “Kita tuh peduli pada nilai, tetapi nggak peduli pada orang di samping kita. Ayok berteman sebanyak-banyaknya dengan mahasiswa dari fakultas lain. Berteman dan mengobrol dengan mahasiswa fakultas lain itu akan memperkaya wawasan kita.”

Bagikan artikel ini

Artikel lainnya