Glaukoma menempati peringkat kedua penyebab kebutaan di dunia. Terapi implan glaukoma menjadi salah satu cara mencengah kebutaan permanen pasien glaukoma.
Menjaga kesehatan mata sama pentingnya seperti menjaga anggota tubuh lainnya. Salah satu organ sensoris yang terdapat dalam tubuh ini sangat penting untuk membantu manusia melihat sehingga memudahkan untuk melakukan berbagai aktivitas.
Kesehatan mata dipengaruhi banyak faktor salah satunya menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dan asam lemak omega 3. Konsumsi nutrisi yang tepat dipercaya dapat mencengah permasalahan mata seperti katarak dan degenerasi makula yang biasanya terjadi seiring dengan meningkatnya usia.
Kesadaran menjaga kesehatan mata kerap tidak diimbangi pengetahuan akan dampak dari aktivitas sehari-hari terhadap mata. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang kerap tidak disadari ternyata berdampak buruk pada kesehatan mata. Menatap matahari secara langsung, membaca buku dalam penerangan yang minim, hingga jarak mata ke layar monitor dan televisi yang terlalu dekat dapat menurunkan kesehatan mata. Salah satu pemicu kerusakan mata yang juga perlu diwaspadai ialah glaukoma.
Glaukoma merupakan penyakit yang menyerang saraf penglihatan yang bisa menyebabkan kebutaan permanen. Dikenal sebagai “pencuri penglihatan”, glaukoma kerap tidak disadari oleh penderitanya. Penyakit ini merusak penglihatan lapang pandang dari pinggir perlahan ke tengah sehingga kerap tidak terdeteksi. Penderita glaukoma mengalami kesulitan melihat, perlahan pandangan serupa menatap lubang kunci hingga kehilangan penglihatan secara keseluruhan.
Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), Dr. dr. Virna Dwi Oktariana, SpM(K) mengatakan, penanganan penyakit glaukoma harus dilakukan dengan pengontrolan secara teratur. Penyakit ini memerlukan penanganan seumur hidup.
Pengobatan glaukoma dilakukan dengan mengendalikan tekanan pada bola mata sebagai faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi. Kendati demikian terdapat faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti faktor usia, riwayat keluarga, dan kelainan refraksi. Upaya lainnya untuk mencengah kebutaan permanen pada pasien glaukoma juga dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan yang sifatnya neuroprotektif dengan syarat tekanan bola mata terkontrol dengan baik.
Langkah lainnya untuk mencegah pasien glaukoma dari kebutaan permanen dilakukan dengan terapi pemasangan implan glaukoma. Namun terapi ini belum dapat menjangkau seluruh pasien glaukoma. Biaya yang mahal dan ketersediannya yang terbatas karena diimpor dari luar negeri menjadi kendala bagi pasien glaukoma.
Solusi untuk menghadirkan implan glaukoma dengan harga terjangkau dengan kualitas yang baik serta aman digunakan oleh pasien inilah yang kemudian mendorong Virna menciptakan inovasi yang dikenal dengan Virna Glaucoma Implant.
“Awalnya saya masih berpikir mampu atau tidak untuk membuat implan glaukoma. Inovasi ini menjadi proyek disertasi saya ketika fellowship di Royal Perth Hospital pada 2011,” terang Virna.
Implan Glaukoma Pertama di Indonesia
Keinginan perempuan yang melakukan residensi di Departemen Mata FKUI pada 2005 ini menciptakan implan glaukoma bermula ketika mempelajari skrining glaukoma di Royal Perth Hospital, Australia, pada 2007. Di rumah sakit ini Virna bertemu dengan dokter spesialis mata Prof. William H. Morgan, sosok yang membantunya dalam fellowship di Royal Perth Hospital pada 2011.
“Prof. Morgan bertanya kepada saya mengenai implan glaukoma di Indonesia. Pada saat itu implan glaukoma sangat terbatas dan harganya mahal. Berbekal diskusi dengan beliau, saya memutuskan menjadikan implan glaukoma sebagai disertasi saya,” jelas Virna.
Tak perlu waktu lama bagi Virna untuk mengambil langkah mengenai rencana pengembangan implan glaukoma di Tanah Air. Virna menghubungi dan menjelaskan gagasan untuk mengembangkan implan glaukoma di dalam negeri kepada kopromotornya, Prof. Dr. dr. Widya Artini, SpM(K). Melalui Profesor yang akrab disapa Ikke ini, Virna berhasil menjalin kerja sama penelitian implan glaukoma dengan PT Rohto Laboratories Indonesia.
“Model pertama implan glaukoma berhasil kami ciptakan pada 2015. Karena tidak boleh diujicobakan langsung kepada manusia, kami melakukan uji coba kepada hewan pada 2017,” terang Virna.
Virna menambahkan, uji coba dilakukan terhadap kelinci yang menderita glaukoma. Dua bulan setelah pemasangan implan glaukoma, evaluasi menunjukkan hasil yang positif. Kelinci yang dipasangi implan glaukoma menunjukkan kornea yang semakin jernih, tekanan bola mata menurun, dan mata kelinci menjadi lebih jernih.
Setelah meraih hasil positif dalam pemasangan implan pada kelinci, Virna kemudian mempresetasikan hasil penelitiannya dalam sidang etik di hadapan Komisi Etik FKUI dan Universitas Indonesia. Dalam sidang ini diperoleh izin untuk melakukan uji coba pemasangan implan glaukoma pada manusia. Uji coba dilakukan secara bertahap dengan melakukan pemasangan implan pada dua pasien glaukoma. Tiga bulan setelahnya pemasangan implan dilanjutkan kepada 13 pasien baru.
Secara bertahap pemasangan implan glaukoma terus dilakukan. Virna Glaucoma Implant kemudian dipasang pada 15 pasien baru. Pada tahap ini, Virna melakukan monitoring selama satu tahun sebelum melakukan pemasangan implan terhadap pasien baru. Monitoring diperlukan untuk memastikan apakah implan yang digunakan pasien sepanjang satu tahun memberikan hasil positif atau tidak. Berdasarkan record pasien, Virna Glaucoma Implant terbukti memberi hasil positif. Uji coba kemudian ditingkatkan terhadap 100 pasien.
“Setelah itu kami mengajukan izin edar kepada Kementerian kesehatan. Izin dari Kemenkes berhasil diperoleh pada 2019. Sementara hak patennya diperoleh pada 2020,” ucap Virna.
Manfaat untuk Pasein dan Teman Sejawat
Implan glaukoma pertama di Indonesia ini secara efektivitas hampir sama dengan produk yang sudah beredar. Perbedaannya ialah memiliki bentuk yang simpel sehingga mudah dipasang. Dari sisi material sendiri, produk ini memanfaatkan polymethil methacrylate (PMMA), yang dikenal lebih keras, namun di sisi lain lebih halus dibandingkan dengan silikon.
Pemilihan PMMA sendiri didasari pertimbangan bahwa saat penelitian dilakukan belum ada teknologi untuk memodifikasi silikon di Indonesia. Selain itu, PMMA telah banyak digunakan di dalam dunia kedokteran sebagai material untuk pembuatan implan tulang dan mata. Ketersedian material ini pun cukup mudah diperoleh di Indonesia.
Virna berharap inovasi yang diciptakannya dapat bermanfaat seumur hidup. Berdasarkan data yang terus dipantau sejak 2015 lalu, implan glaukoma hasil ciptaannya terbilang aman digunakan pasien. Kendati demikian, ia tak berhenti melakukan evaluasi dan membaca record pasien. Tujuannya untuk memastikan pengembangan lebih baik lagi, baik dari sisi bentuk, desain, maupun kemudahan yang ditawarkan untuk pasien.
“Saya berharap inovasi ini mampu menolong orang dan membantu pasien saya. Saya berharap inovasi ini bisa menjadi jalan kebaikan. Pasien bisa bertahan penglihatannya dan bisa terus berkarya dalam kehidupannya,” harap Virna.
Manfaat Virna Glaucoma Implant tidak hanya dirasakan pasien glaukoma, tetapi juga teman sejawat. Virna mengatakan, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia membuat banyak rumah sakit kesulitan untuk mengimpor implan glaukoma. Inovasi yang diciptakannya ini mendapat respons positif dari para dokter mata di Indonesia yang membutuhkan implan glaukoma bagi pasiennya.
“Jangan berhenti berkarya. Ciptakan hasil karya untuk pasien kita. Jangan segan mengomersiakan hasil karya kita. Hasil penelitian harus bisa digunakan untuk banyak orang,” tutup Virna.
Pullquote 1:
“Awalnya saya masih berpikir mampu atau tidak untuk membuat implan glaukoma. Inovasi ini menjadi proyek disertasi saya ketika fellowship di Royal Perth Hospital pada 2011.”
Pullquote 2:
“Saya berharap inovasi ini mampu menolong orang dan membantu pasien saya. Pasien bisa bertahan penglihatannya dan bisa terus berkarya dalam kehidupannya.”