Baginya binaragawan merupakan akumulasi dari investasi perilakunya yang senang mencoba beragam jenis olahraga. Di olahraga ini, bakat, potensi, dan keaktifannya mendapatkan ganjaran.
Berbicara mengenai dunia binaragawan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari Ade Rai. Pria bernama lengkap I Gusti Agung Rai Kusuma Yudha, ini telah mengharumkan nama Indonesia dalam berbagai kompetisi binaragawan internasional. Beragam prestasi telah ia torehkan, antara lain, Medali Emas Sea Games 1997, 1st Light Heavyweight & Overall Winner Musclemania World Professional 1996, Overall Winner pada ajang Superbody World Professional, serta Overall Winner, Musclemania World Professional, Amerika Serikat pada 2000.
Menggeluti seni bela diri sejak usia empat tahun, ia sempat menjadi atlet bulu tangkis hingga duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Semasa kuliah di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), ia kerap mewakili UI dalam ajang Triennial Intervarsity Games untuk cabang atletik, voli, dan tolak peluru. Di bangku kuliah ini pula ia mengenal fitness dan binaragawan, bidang yang menggambarkan kerja keras dan keaktifannya di olahraga.
“Kalau dulu saya bertanding bulu tangkis, atlektik, dan voli, boleh dibilang aktif saja, tetapi prestasinya tidak menggambarkan keaktifan saya. Binaragawan ini merupakan akumulasi dari investasi perilaku saya yang senang mencoba beragam jenis olahraga. Di olahraga ini, bakat, potensi, dan keaktifan saya mendapatkan ganjaran dengan prestasi yang saya dapatkan,” jelas Ade.
Kendati tidak lagi bertanding dalam kompetisi binaragawan, ia merasa lebih nyaman dikenal sebagai atlet ketimbang pengusaha maupun influencer di bidang kesehatan dan kebugaran. Sampai hari ini ia masih berlatih dua kali sehari. Bobot tubuhnya di usianya yang menginjak lebih dari setengah abad ini masih sama ketika menjuarai kompetisi binaragawan di Amerika Serikat ketika berusia 26 tahun, yakni 88 kilogram dengan kadar lemak lima persen.
Mengenai Rai Fitness, lanjut Ade, usaha yang dirintis sejak 1998, itu sebetulnya berawal dari sulitnya mencari sarana fasilitas olahraga yang memadai. Kalaupun ada, harganya mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat. Sementara kanal Youtube Dunia Ade Rai, sama sekali tidak bertujuan untuk mencari pendapatan, melainkan keinginan untuk berbagi kepada masyarakat.
Ketika terjadi pandemi Covid-19, informasi yang beredar lebih banyak berbicara mengenai dampak buruk yang ditimbulkan virus Corona bagi manusia. Pandemi yang juga mengubah perilaku manusia dalam mengakses informasi dengan lebih banyak mencari informasi dari media sosial seperti Youtube, Instagram, maupun TikTok, menginspirasinya untuk berbagai informasi melalui kanal Youtube. Dengan bermodalkan papan tulis, ia ingin menawarkan cara pandang berbeda kepada masyarakat, terutama mengenai kehebatan tubuh manusia, body intelligence.
“Bagi saya, ditonton lima orang, lima ribu orang, bahkan lima juta orang, energinya sama saja dalam berbagi. Jadi ini bukan ide bisnis, murni keinginan untuk berbagi,” terang Ade.
Fondasi Wawasan dalam Bersikap
Ade menambahkan, semangat berbagi kepada masyarakat menjadi salah satu nilai yang diperolehnya ketika menempuh pendidikan di UI. Menurutnya, UI memberikan fondasi wawasan dalam bersikap, terutama ketika terjun di masyarakat. Sebagai mahasiswa yang mulai merintis karier binaragawan, ia yang sibuk berlatih dan mengikuti berbagai perlombaan, merasa tidak mampu menunjukkan performa terbaiknya saat sidang skripsi. Namun, dosen pembimbingnya membesarkan hatinya.
“Tidak masalah, De, ketika kamu tidak perform di sidang skripsi. Yang penting performamu optimal di masyarakat, sebab justru itulah yang dinilai. Perkataan tersebut menjadi modal dasar pemikiran saya,” kenang Ade.
Lebih jauh Ade menambahkan, terdapat garis tipis antara signifikansi dan kontribusi. Signifikansi ialah keinginan untuk dipandang pintar dan hebat oleh orang lain. Sementara kontribusi ialah menggunakan kepintaran yang dimiliki untuk memberikan manfaat bagi orang lain.
Kecerdasan yang dimiliki juga sebaiknya dipakai untuk mengoptimalkan kesehatan, bukan digunakan untuk justifikasi, menciptakan pembenaran cerdas atas perilaku hidup yang tidak sehat. Kecerdasan manusia harus digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan, bukan justru menjauhkan tubuh dari sehat. Menurutnya, seberapa besar kebermanfaatan manusia pada orang lain bergantung pada kesehatannya. Semakin sehat, semakin bermanfaat lagi orang lain.
Ade mamahami generasi muda kerap mengesampingkan kesehatan dengan dalih disibukkan dengan aktivitas perkuliahan. Mahasiswa kerap melakukan demonstrasi untuk menyuarakan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Namun, ia mengimbau agar generasi muda perlu bertanya pada dirinya, apakah sudah memberi keadilan pada tubuhnya. Apakah perilaku kurang tidur, pola makan yang tidak teratur, dan tidak olahraga, bisa menciptakan keadilan bagi tubuh.
“Manusia adalah makhluk kuman yang dibungkus oleh kulit. Tubuh kita bukan terdiri dari satu entitas, melainkan komunitas. Jadi, sebelum bermanfaat bagi komunitas di luar sana, mari bermanfaat untuk komunitas di dalam tubuh kita,” ujar Ade.