Baginya teknologi hanyalah jalan untuk membuat fasilitas baru bagi manusia. Yang terpenting ialah memberi manfaat bagi sesama agar hidup menjadi bermakna.
Beberapa dekade lalu tidak mudah untuk menentukan karier. Jumlah profesi pada periode 1970-an atau 1980-an masih sangat terbatas. Maka tak mengherankan jika banyak yang kemudian bercita-cita menjadi dokter atau arsitek. Kehadiran personal computer IBM 5100 pada 1975 yang kemudian disusul dengan Apple 1 Computer rancangan Steve Jobs dan Steve Wozniak pada 1976, seperti membuka kesempatan baru. Peluang baru untuk profesi yang baru.
Kehadiran personal computer bagi Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, M.M. M.Sc, adalah sebuah avenue baru untuk peluang yang baru. Menurutnya, aplikasi dari ilmu pengetahuan dan teknologi sangat terlihat di komputer. Ketertarikan pada komputer inilah yang kemudian membuatnya menjatuhkan pilihan hatinya pada jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI).
“Di Teknik Elektro saya memperlajari hardware dan networking. Menarik sekali bidang ini. Akhirnya sekarang senang saja karena sepertinya semua orang pasti pakai komputer,” ujar Riri.
Setelah menamatkan pendidikan di FT UI, sejumlah pilihan karier terbentang luas baginya, namun Riri melabuhkan pilihannya menjadi dosen. Menurut Riri, dalam bidang komputer, ketika memproduksi sesuatu, life cycle dari produk tersebut hanya bertahan 3-4 tahun. Sementara ketika seseorang berpartisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia itu akan bertahan puluhan hingga ratusan tahun. Ia juga meyakini bahwa kontribusi melalui pendidikan akan dapat mengubah peradaban.
Keputusan Guru Besar FT UI Bidang Teknik Komputer ini memilih karier sebagai dosen juga terinspirasi ibunya yang berprofesi sebagai dosen. Sosok lain yang juga tak kalah penting dalam menginspirasi pilihan kariernya ialah Marie Curie, perempuan pertama peraih Nobel pada bidang fisika dan kimia. Marie Curie berhasil menginspirasi orang-orang di sekelilingnya untuk menjadi yang terbaik serta memiliki pengaruh kuat kepada para perempuan untuk menyukai sains, teknologi, engineering dan matematika (STEM).
“Pengaruh yang diberikan ketika berkecimpung di bidang pendidikan bertahan lebih lama ketimbang hanya menghasilkan produk dan meraih uang. Seperti halnya Bill Gates, ia mengumpulkan banyak uang yang akhirnya juga dibagikan lagi ke orang lain,” terang Riri.
Kontribusi untuk Peradaban Indonesia
Semangat untuk terus terlibat pada pengembangan SDM ini pula yang mendorong dirinya terlibat aktif dalam sejumlah organisasi, salah satunya Institute of Electronics and Electrical Engineers (IEEE). Sebagai volunteer women in engineering IEEE, ia mengajak engineer perempuan, anak perempuan dan laki-laki untuk berkarya pada bidang ini. Ia juga saat ini tercatat sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) bidang Kesehatan, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Lansia.
Perempuan yang meraih penghargaan bidang Ilmu Rekayasa pada Habibie Prize 2022, ini juga dipercaya sebagai anggota Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, sebuh forum yang terdiri dari Asosiasi Pendidikan Tinggi, Badan Usaha Milik Negara, Asosiasi profesi dan tokoh-tokoh pendidikan. Bersama Dewan Pendidikan Tinggi dan 19 Rektor Perguruan tinggi di Indonesia, ia meluncurkan buku berjudul “Kepemimpinan Menuju Universitas Berkelas Dunia” pada Juni 2023.
Selain aktif di berbagai organisasi, ia juga aktif dalam berbagai komunitas. Ia bahkan turut mendirikan komunitas History of Computing in Indonesia, komunitas yang bertujuan mewujudkan terbentuknya masyarakat ilmiah di Tanah Air. Pengalaman melakukan penelitian di European Organization for Nuclear Services (CERN), Swiss, tahun 1998, guna mengerjakan salah satu bagian kecil dari software testing untuk Large Hadron Collider sehingga menemukan partikel Tuhan (God’s Particle) ini membuatnya semakin terpanggil untuk mewujudkan masyarakat ilmiah di Indonesia.
“Berada di tengah masyarakat ilmiah, pusat lahirnya World Wide Web (internet) di Jenewa saat itu, saya benar-benar melihat bagaimana penelitian dilakukan guna memecahkan masalah dunia. Banyak universitas mengirimkan peneliti ke CERN untuk bereksperimen dan berkolaborasi,” terang Riri.
Perempuan yang gemar menulis puisi ini merupakan salah satu sosok inisiator UI GreenMetric World University Ranking. Ia yang kala itu mengampu tanggung jawab sebagai Direktur Sistem dan Teknologi Informasi UI meyakini peringkat universitas di dunia tidak akan terlalu banyak berubah. Naik atau turunnya peringkat tidak terlalu banyak. Oleh karena itu penting bagi universitas tidak hanya melihat dari sisi akademik saja, tetapi juga aspek lingkungan. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya UI GreenMetric.
“Semua orang tahu kami tidak bisa menghasilkan uang (nonprofit) dari program ini, tapi kami ingin memanfatkan dan meningkatkan pemeringkatan seluruh kampus di dunia baik pada bidang akademik, infrastruktur, dan SDM untuk menghadapi semua tantangan bumi, seperti climate change dan pandemi,” ujar Riri.
Kepada generasi muda Riri berpesan, perkembangan teknologi seperti blockchain dan IoT hanyalah jembatan untuk membuat fasilitas baru bagi manusia. Seiring bertambahnya usia, manusia harus lebih bijak dan memberi manfaat terhadap manusia dan lingkungan. Memanfaatkan karunia yang diberikan Tuhan dengan baik akan membuat hidup terasa lebih berharga dan bermakna.